Berpikir ala Logika Mistika

Dolomedes
4 min readMay 20, 2021

--

Pada suatu Negara kuno bernama Negara Egypt (yang sekarang dikenal dengan Mesir) terkenal dengan keunggulannya dibanding Negara-negara lain pada 6000–8000 tahun yang lalu. Para ahli di Egypt menelurkan berbagai macam ilmu pengetahuan seperti kesehatan, matematika, dll. Ahli di Egypt juga berusaha mencari tahu mengenai asal usul dari dunia yang kita tempati ini, yang kemudian didapatkanlah jawaban bahwa Dewa Matahari adalah asal muasal dari segalanya. Mereka percaya bahwa Dewa Matahari merupakan ruh yang paling berkuasa yang mampu untuk zat-zat seperti Planet, Matahari, dan Bintang. Dengan sepatah kata saja beribu zat baru bisa tercipta dalam dunia ini. Pemikir Egypt meyakini bahwa zat berasal dari ruh dan bukan sebaliknya. Begitulah gambaran logika mistika yang dipaparkan oleh Tan Malaka. Menurut saya hal ini disebabkan karena ilmu pengetahuan yang terbatas pada zaman itu. Beberapa manusia menyukai sesuatu yang instan. Mereka berusaha mencari jawaban atas suatu hal dan karena keterbatasan pengetahuan mereka terbatas, mereka menggunakan aspek mistis sebagai jawabannya. Peristiwa ini banyak ditemui pada masyarakat Indonesia.

Masyarakat yang mengandalkan hal-hal mistis sebagai jawaban alih-alih ilmu pengetahuan biasanya disebabkan karena faktor pola asuh dan lingkungan. Orang tua mendoktrin anak-anaknya ketika masih kecil dengan mitos-mitos yang irasional seperti penggunaan weton (hari kelahiran perhitungan kalender Jawa) sebagai penentu keberhasilan seseorang dalam menikah. Weton digunakan untuk mencocokkan hari lahir seseorang dan pasangannya cocok atau tidak. Jika ternyata tidak cocok maka pernikahan harus dibatalkan karena akan menimbulkan kesialan seperti perceraian, hubungan yang tidak harmonis, dll. Hal ini membuat saya cukup sedih karena alih-alih berusaha meningkatkan pengetahuan psikologis tentang hubungan pernikahan, masyarakat malah sibuk mencari pasangan yang tanggal lahirnya cocok dengan anaknya. Apalagi jika lingkungan tempat tinggal dan pergaulannya juga menganut hal yang sama, maka anak tersebut bisa-bisa menganut mitos-mitos irasional tersebut sampai ia dewasa. Karena dalam psikologi, suatu ajaran dapat tertanam pada diri individu dua diantaranya adalah figur otoritas dan identifikasi kelompok. Individu yang menjadi korban doktrin atas mitos-mitos irasional ini biasanya akan mendoktrin anaknya dengan cara yang sama seperti orang tuanya mendoktrin dirinya.

Orang yang terlalu mengandalkan logika mistika adalah orang-orang yang pemalas dan suka berimajinasi. Kenapa? Karena ketika dihadapkan kepada suatu permasalahan, ia tidak mau mempelajari masalah itu secara mendalam untuk mendapatkan jawaban yang realistis dan malah menggunakan hal-hal mistis yang tidak ada sangkut pautnya. Seperti yang baru-baru ini viral di media sosial video penangkapan seekor babi yang diyakini sebagai babi ngepet di Bedahan, Sawangan Depok. Ustadz Adam Ibrahim menyebar isu bahwa babi yang ditangkap tersebut adalah babi ngepet. Ia bercerita bahwa warga yang menangkap babi tersebut tidak menggunakan pakaian alias telanjang supaya babi tersebut tidak hilang. Apalagi beredar video seorang perempuan yang mengatakan ia tahu siapa yang mengirim babi ngepet tersebut karena ia curiga kepada seorang warga yang mempunyai banyak uang padahal di rumah saja. Setelah ditelusuri lebih lanjut ternyata berita tersebut adalah hoax. Babi ngepet yang diyakini warga itu ternyata hanyalah seekor babi biasa. Ustadz yang menyebar isu hoax tersebut lantaran supaya ia dipandang sebagai seorang ustadz yang memiliki ilmu yang tinggi dan supaya pengajian yang ia punya tidak sepi. Sementara perempuan yang menebar fitnah kepada seorang warga itu diusir dari kampung.

Logika mistika bertentangan dengan hukum evolusi milik Charles Darwin. Menurut Darwin, makhluk hidup merupakan hasil dari serangkaian pertumbuhan dua tiga sel selama berjuta-juta tahun. Seperti manusia yang menurut Darwin adalah berevolusi dari monyet selama waktu jutaan tahun. Begitu pula dengan hewan lain contohnya ikan yang dalam hanya hidup di air lama kelamaan dapat berkembang menjadi hewan yang hidup di air dan darat (amfibi). Amfibi dalam beberapa waktu berkembang menjadi hewan reptil. Reptil kemudian menjelma menjadi hewan yang menyusui. Serupa dengan pemikiran Immanuel Kant mengenai evolusi untuk mencari penyebab muncul dan berkembangnya bumi, matahari, dan bintang. Menurutnya bintang dan planet-planet di luar angkasa tersebut merupakan hasil dari pertumbuhan massa cair dan peleburan benda berjuta-juta tahun silam. Semua bentuk evolusi ini merupakan sebuah hukum dari sebab akibat yang nyata dan tetap. Beberapa orang meyakini Dewa Matahari mampu untuk membuat benda-benda seperti planet, bintang, makhluk hidup dan sebagainya dalam sekejap. Akan tetapi menurut teori evolusi hal-hal tersebut terjadi melalui pertumbuhan berjuta-juta tahun yang lalu. Maka dari itu menurut Tan Malaka bukanlah kodrat ada terlebih dahulu, akan tetapi benda (matter) lah yang terlebih dahulu.

Selain teori evolusi, Logika mistika juga dibantah oleh ilmu kodrat yaitu “The law of conversation of force”, hukum mengenai ketetapan jumlah kodrat di dunia ini yang dicetuskan oleh Youle (1818–1889). Menurut hukum itu, jumlah kodrat di dunia ini sudah tetap, tidak bisa bertambah atau berkurang. Jika satu kodrat hilang pada satu benda, maka bisa didapat pada benda yang lain. Ada pula hukum lain yang berkontradiksi dengan logika mistika yang dicetuskan oleh Dalton, yakni “The law of constant composition”, hukum perpaduan yang tetap. Seperti contohnya air yang merupakan gabungan dari oksigen dan hidrogen. Dari manapun air itu berasal, air tersebut tetaplah merupakan sebuah perpaduan yang sama dari oksigen dan hidrogen.

Logika mistika tidak bisa diterima secara akal sehat. Karena kita tak pernah mengetahui secara langsung bagaimana satu pernyataan bisa menimbulkan benda (matter). Banyak legenda menceritakan hal-hal yang mistis tersebut, akan tetapi selama Tan Malaka menuliskan pemikirannya ini sampai pada zaman sekarang, tidak ada satu pun manusia atau makhluk hidup lainnya dapat memunculkan benda (matter). Tan Malaka menambahkan sebuah analogi sederhana yang mungkin masih relevan pada zaman kini yang berbunyi :

“Lapar tak berarti kenyang buat si miskin. Si lapar yang kurus kering tidak bisa kita kenyangkan dengan kata kenyang saja walaupun kita ulangi sebanyak 1001 kali.”

SUMBER :

Malaka, T. (2019). MADILOG. Yogyakarta: Narasi.

--

--

Dolomedes
Dolomedes

Written by Dolomedes

0 Followers

I write, Therefore I am

No responses yet